Monday, May 4, 2009

Cinta Yang Ternoda

Perempuan itu masih belum yakin dengan apa yang di bacanya. Betapa mungkin hal ini terjadi, setahu dia selama ini hubungannya dengan Jodi biasa saja. Sudah tiga tahun ia mengenal Jodi, tapi tidak sekalipun melihat Jodi memperhatikannya. Tapi, surat itu yang ia terima tiga hari lalu dari Jodi, sungguh mengejutkan sekali. Dalam surat itu sudah jelas maksudnya bahwa Jodi suka padanya. Meskipun tidak dinyatakan secara langsung, tapi ia yakin bahwa Jodi mencintainya. Masak hanya untuk berteman saja, Jodi harus memberinya surat seperti itu. Dia bingung harus menulis apa untuk membalas surat Jodi. Biarlah besok aku akan menemuinya, pikirnya.

Seminggu berlalu ia masih larut dalam kebimbangan, tentu saja sebagai seorang perempuan tidak mungkin baginya menyatakan cinta duluan pada seorang lelaki. Tapi, keadaan memaksanya, akhirnya ia menyerah. Besoknya perempuan itu benar-benar menemui Jodi. Lega hatinya, Jodi memang mencintainya, kini ia tidak lagi merasa kesepian. Sang pangeran telah datang membawa sejuta impian untuknya, bunga-bunga cinta di hatinya, kini tumbuh bersemi.

Hari demi hari mereka lalui bersama. Tak peduli mau ada hujan atau badai, yang penting dapat bersama. Panah-panah asmara telah merubah semua yang ada di sekelilingnya menjadi tiada, kebahagian membuatnya lupa, ia terlalu percaya pada pengerannya itu sehingga tidak sempat membedakan cinta yang benar dan yang palsu. Sampai akhirnya kenyataan menyadarkannya bahwa Jodi juga manusia biasa.

Tidak ada sesuatu paling menyakitkan baginya kecuali apa yang sekarang di hadapinya. Rasanya baru kemarin ia merasakan kebahagian itu. Sungguh sulit dipercaya bahwa lelaki yang selama ini dijadikan sandaran hati, dirindu dan impikan, ternyata telah membohonginya. Selama ini tidak pernah sedikit pun terbayang kalau seseorang yang sangat dicintainya itu sebenarnya tidak pernah mencintai dirinya. Ia tatap potret dirinya bersama lelaki itu di atas meja belajarnya. Tiba-tiba tanganya sudah bergerak meraih potret itu, namun urung membantingnya. Gumpalan-gumpalan benci semakin membesar. Lalu ia pun tersungkur begitu saja di sudut kamar. Lelaki. Apa mereka semua sama?

Perlahan ia raih lagi ponsel Jodi yang tadi tertinggal di rumahnya. Nyeri sekali. laki-laki yang entah siapa hanya berinisial A, menyapanya “selamat, kamu telah berhasil mendaptkan perempuan itu. kamu menang” Beberapa saat lalu ia hanya cengengesan membacanya. Mungkin teman yang iseng. Tapi ia terhenyak dan tiba-tiba merasa terbanting. Pada bagian sent, ia melihat balasan sms pujaan hatinya itu! Kata-kata “Makasih, seminggu lagi aku tagih janjimu.” Airmatanya semakin berderai-derai dan beliung-beliung dari berbagai penjuru menikam batinnya.

Setahun bukan waktu yang sedikit untuk mengenal pujaan hatinya itu, tapi ternyata ia telah salah menilai. Selama ini ia terlalu larut dalam kebahagiaan sehingga tidak dapat melihat semua ini. Dunia seperti kiamat baginya, matanya sudah sembab dan bengkak, tapi ia tidak peduli, hatinya terlalu sakit menerima kenyataan. Dia tidak tahu bagaimana akan menghadapi hari selanjutnya, ia merasa hidupnya telah hancur.

*** *** ***

“Apa artinya semua ini?” tanya Sandra pada jodi sambil memperlihatkan sms itu. Ia mencoba untuk tidak menangis, ia tahan air matanya sekuat mungkin. Ia butuh kepastian dari Jodi, butuh penjelasan, dan ia berharap apa yang dibacanya kemarin itu bukan seperti yang dibayangkannya.

Jodi hanya diam tanpa ekspresi, matanya menerawang jauh, ia sadar dirinya bersalah, tak pernah sedikit pun terlintas di pikirannya bahwa apa yang dilakukannya itu, kini telah menghancurkan harapan perempuan yang berada di depannya.

Dengan bercanda akhirnya Jodi menjawab juga “Sms yang mana sayang, pasti kamu salah baca. Udah, nggak usah pikirin sms nggak penting itu. mendingan kita makan aja yuk, lapar ,”

Perempuan itu masih berdiri tak bergeming, ia menangkap gelagat kebohongan di mata Jodi. Sembilu semakin menggiris hatinya. Lalu ia melanjutkan,

“Selama ini aku tidak pernah meminta sesuatu padamu, tapi sekarang, tolong jawab dengan jujur apa artinya semua ini?” ucap sandra sambil memperlihatkan sms orang yang berinisial A itu.

Lama jodi terdiam kaku, tak disangkanya bahwa sandra telah membaca sms itu.

“Maafkan aku sayang, aku telah bersalah, selama ini aku telah membohongimu,” Jodi tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Wajahnya tertunduk penuh sesal. Tapi, ia sudah bertekad akan menjelaskan semuanya.

“Pada awalnya aku memang tidak mencintaimu bahkan aku sempat menjadikanmu taruhan. Namun, setelah aku mengenalmu lebih jauh, aku mulai jatuh cinta padamu. Aku tahu telah bersalah dan mungkin aku tak pantas menerima maafmu. Sekarang terserah padamu, aku siap menerima hukuman sepahit apapun,” sambung jodi.

Lengkap sudah penderitaan perempuan itu, air mata yang ditahannya dari tadi, kini tumpah bagai air yang lepas dari bendungannya. Sembilu memahatkan lagi nanah di batinnya. hampir ia pingsan menahan luka yang masih mengangah itu.

“Aku juga manusia bukan boneka yang boleh kamu permainkan perasaannya sesuka hatimu. Aku punya perasaan dan aku juga punya hati. Puas kamu sekarang telah menghancurkan hidupku,” perempuan itu berhenti sebentar. Isaknya semakin menjadi. Lalu ia melanjutkan,

“Apa kamu pikir aku ini barang, sampai kamu tega menjadikanku taruhan. Ternyata selama ini aku telah salah menilaimu,”

“Tolong maafkan aku. Hukumlah aku sesuka hatimu, kalau perlu bunuh sekalian. Asal dengan itu bisa menghapus salahku padamu. Sekarang aku tidak akan bilang bahwa aku telah jatuh cinta padamu karena kamu tidak akan percaya itu. ini permintaanku yang terakhir, tolong beri aku kesempatan menebus semua salahku padamu,”

“Kecuali kamu mau melihat mayatku besok di depan rumahmu,” sambung Jodi.

Perempuan itu masih terisak. Pipinya telah basah air mata. Betapa perihnya perempuan itu menggigit bibirnya yang tiba-tiba asin darah. Sulit baginya menerima kenyataan pahit ini. Namun itu telah terjadi.

Malam semakin larut dan dingin. Perempuan itu mengigil menyadari apa yang terjadi. Kini tangisnya mulai redah. Ia mulai dapat mengendalikan emosinya. Ia berpikir kembali, tidak mungkin baginya membiarkan Jodi membunuh dirinya sendiri. Tapi, juga tidak mungkin baginya memberi kesempatan sekali lagi pada Jodi. Hatinya terlalu sakit menerima kenyataan ini. semakin diingat masalah itu semakin sakit pula ia menahan nyeri, lagi-lagi ia merasakan asin darah di bibir bawahnya. Lalu ia pun tersungkur begitu saja, untung Jodi refleks menangkapnya sehingga ia tidak jatuh ke kolam yang ada di depannya.

Sekali lagi, Jodi mengulang kata maafnya “Tolong maafkan aku. Beri aku kesempatan satu kali lagi, akan kubuktikan bahwa aku sangat mencintaimu,”

Hening. Perempuan itu diam, pikirannya sedang mempertimbangkan kata-kata Jodi tadi. Sebenci apa pun ia pada Jodi, tak dapat dipungkiri bahwa sampai saat ini pun ia sangat mencintanya. Meskipun rasa nyeri dan sakit di hatinya masih belum sembuh, namun dalam kata-kata Jodi kali ini ia menemukan aura ketulusan yang sebelumnya tidak ia lihat. Terlalu berat baginya mengambil sebuah keputusan. Kini dia dihadapkan pada buah simalakama. Menolak maaf Jodi, itu berarti ia akan menemukan Jodi terbaring tanpa nyawa di depan rumahnya. Entah kenapa ia percaya bahwa ancaman Jodi bukan gertak sambal belaka dan ia tidak ingin itu terjadi. Menerima maafnya itu malah akan menguak luka yang masih menganga di hatinya. Ia bingung, tak tahu harus memilih yang mana.

Bulan semakin lelah, beberapa jam lagi ia akan terusir oleh pagi. Ia sadar itu, beberapa kali ia menghela nafas panjang, seakan ingin mengusir luka di hatinya. Ia pejamkan mata, ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa keputusannya kali ini adalah yang terbaik buat semuanya. Dengan mata yang masih sembab itu, ia mencoba membendung air matanya dan menyembunyikan isaknya. Ia metatap lama wajah lelaki di sampingnya hanya untuk meyakinkannya bahwa keputusannya itu tidak salah, ia jelajahi wajahnya mencoba mencari dusta disna. Tapi, kali ini ia tidak menemukannya, yang ia lihat hanya aura penyesalan dan ketulusan saja.

Kaku sekali ia beringsut menyandarkan wajahnya pada pundak lelaki disampingnya. Ia merasakan letupan sesal disana “Aku memaafkanmu,” ucapnya lirih.



Madrasah, 28 maret 2009

No comments: